Kamis, 13 September 2012

Puisiku yang menjadi Juara 1 lomba penulisan puisi Ramadhan, dan dibukukan dalam "Ayat-ayat Ramadhan" AG Publishing, 2012


Fragmen Cinta di Bulan Ramadhan

Fragmen 1/
Tarawih

Yah, kita mulai percintaan ini dengan basmalah
kita gurat di langit malam penuh bintang
Saat semesta mendenyutkan ayat-ayat kerinduan
Tentang kehadiran padang rembulan,
Kau dan aku saling doa dalam rokaat yang sama
Yang masih juga menengadahkan tangan
Agar sinar rembulan mampu kita tangkap
Dalam sujud yang dekap,
Walau kaki kita telanjang dan menekuri jalan teramat panjang,
Tapi yakinlah ; kita akan menemu jalan pulang
Setelah senandung Kalam Tuhan menenangkan hati kita.

Fragmen 2/
Tahajjud

Kita adalah kunang-kunang di gelap malam
Menerangi rumah-rumah doa dengan
 Segenggam cinta,
Kita berbisik pada semesta, agar saat rembulan
Terjaga dari tidurnya, kita telah siap menggelar sajadah
Menyatu dengan dzikir jangkrik-jangkrik di sekitar
Pembaringan doa.
Lalu, kita menyatukan denyut pepohonan
Yang dahannya basah, tersebab nama Kekasih
Selalu di ulang-ulang dalam rindu yang gigil.

Fragmen 3/
Sahur

 Malam telah sempurna, bahkan akan meninggalkan kita
Sisa sinar rembulan masih tergelar di atap rumah kita,
Kau menyebutnya embun,
Orang-orang kini telah bersiap memulai hari dengan selaksa doa
Agar perjalanan tak ada aral menghadang.
Yah, kita juga seorang pejalan, maka bersiaplah dengan bekal
Yang cukup ! katamu.
Adakah bekal yang lebih sejuk dari embun? Tanyaku.
Tapi kau tak juga menjawabnya, kau hanya melipat sajadah
Sisa tahajjud kita,
Lalu kau meletakkan itu di pundakku, sambil berkata:
“dengan nama Kekasih, tak ada perjalanan yang lebih indah
Selain diawali meneguk semangkuk doa, yang paling doa, yang paling puisi.”
Lalu, kita menikmati embun yang bersisa di daun-daun yang berjatuhan
Di depan rumah kita itu,
Sambil melepas sisa rembulan yang sebentar lagi pupus sempurna.




Fragmen 4/
Buka Puasa

Kini, langkah kita hampir sampai di tempat matahari terbenam,
Saat selendang senja lebih dekat dari waktu yang kita janjikan,
Kita sama-sama menelanjangi  mega yang tergurat di pelataran langit hati kita
Sesekali camar yang berputar-putar di perut kita
Mencericit dan hinggap di sebuah pohon yang tak jauh dari tempat kita terduduk.
Orang-orang berpulang dari perjalanan mereka,
Tapi kita tak berani menanyai mereka,
Karena raut mereka telah mampu mengabarkan
Hasrat  rindu untuk  berpulang.
Tetapi, sekian lama terdiam, kita menjadi bagian dari mereka,
Kita menggendong peluh sehari ini,
Keringat dan airmata sama ngalirnya,
Tapi sesungging senyum kita temui, seusai kumandang adzan
Mencerua di penghujung senja.
Lalu kita meneguk air wudhu bersama, yang paling madu, yang paling
Rindu.

Fragmen 5/
Tadarrus

Mengeja malam, adalah menunggu datang rembulan,
Melepas mega yang telah berkabar kepulangan senja,
Lalu kita kembali menekuri jalan yang sama
Saat kunang-kunang memulai percintaannya dengan kelam,
Dan kita pun turut membaca semesta,
Menelanjangi kharakat-kharakat cinta
Sepanjang doa yang kita tengadahkan dalam sembahyang.
Butir demi butir ayat yang kita telan, habis sudah
Kegersangan di dada, berkesudah kelaparan yang selama ini
Meresahkan hati kita. Juga menyegarkan tubuh
yang bersiap untuk bersimpuh.

Pondok Pena, 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar